Hakikat Pendidikan Jasmani
Sabtu, 07 September 2013
0
komentar
Pendidikan
jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas
fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak
sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya
sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada
kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas.
Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas
berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya:
hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya
pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan
aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang
tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan
perkembangan total manusia.
Pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat. Namun esensinya sama, yang jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun secara tidak langsung. Karena hasil-hasil kependidikan dari pendidikan jasmani tidak hanya terbatas pada manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisi penjas tidak hanya menunjuk pada pengertian tradisional dari aktivitas fisik. Kita harus melihat istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh. Pendidikan jasmani ini karenanya harus menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang baik ‘diharapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan dengan pepatah Romawi Kuno: Men sana in corporesano.
Pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat. Namun esensinya sama, yang jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun secara tidak langsung. Karena hasil-hasil kependidikan dari pendidikan jasmani tidak hanya terbatas pada manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisi penjas tidak hanya menunjuk pada pengertian tradisional dari aktivitas fisik. Kita harus melihat istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh. Pendidikan jasmani ini karenanya harus menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang baik ‘diharapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan dengan pepatah Romawi Kuno: Men sana in corporesano.
Kesatuan
Jiwa dan Raga
Salah satu pertanyaan sulit di sepanjang jaman adalah pemisahan antara jiwa dan raga atau tubuh. Kepercayaan umum menyatakan bahwa jiwa dan raga terpisah, dengan penekanan berlebihan pada satu sisi tertentu, disebut dualisme, yang mengarah pada penghormatan lebih pada jiwa, dan menempatkan kegiatan fisik secara lebih inferior. Pandangan yang berbeda lahir dari filsafat monisme, yaitu suatu kepercayaan yang memenangkan kesatuan tubuh dan jiwa. Kita bisa melacak pandangan ini dari pandangan Athena Kuno, dengan konsepnya “jiwa yang baik di dalam raga yang baik.” Moto tersebut sering dipertimbangkan sebagai pernyataan ideal dari tujuan pendidikan jasmani tradisional: aktivitas fisik mengembangkan seluruh aspek dari tubuh; yaitu jiwa, tubuh, dan spirit. Tepatlah ungkapan Zeigler bahwa fokus dari bidang pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik yang mengembangkan, bukan semata-mata aktivitas fisik itu sendiri. Selalu terdapat tujuan pengembangan manusia dalam program pendidikan jasmani.
Dalam masyarakat sendiri, konsep dan kepercayaan terhadap pandangan dualisme di atas masih kuat berlaku. Bahkan termasuk juga pada sebagian besar guru penjas sendiri, barangkali pandangan demikian masih kuat mengakar, entah akibat dari kurangnya pemahaman terhadap falsafah penjas sendiri, maupun karena kuatnya kepercayaan itu. Yang pasti, masih banyak guru penjas yang sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani di sekolah-sekolah, sehingga proses pembelajaran penjas di sekolahnya masih lebih banyak ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata. Bahkan, dalam kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang labih baik, karena ironisnya, justru program pendidikan jasmani di kita malahan tidak ditekankan ke mana-mana. Itu karena pandangan yang sudah lebih parah, yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting sama sekali. Nilai-nilai yang dikandung penjas untuk mengembangkan manusia utuh menyeluruh, sungguh masih jauh dari kesadaran dan pengakuan masyarakat kita. Ini bersumber dan disebabkan oleh kenyataan pelaksanaan praktik penjas di lapangan. Teramat banyak kasus atau contoh di mana orang menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan menunjuk pada kurang bernilai dan tidak seimbangnya program pendidikan jasmani di lapangan seperti yang dapat mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa yang kita praktikkan (gap antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam bidang pendidikan jasmani kita.
Salah satu pertanyaan sulit di sepanjang jaman adalah pemisahan antara jiwa dan raga atau tubuh. Kepercayaan umum menyatakan bahwa jiwa dan raga terpisah, dengan penekanan berlebihan pada satu sisi tertentu, disebut dualisme, yang mengarah pada penghormatan lebih pada jiwa, dan menempatkan kegiatan fisik secara lebih inferior. Pandangan yang berbeda lahir dari filsafat monisme, yaitu suatu kepercayaan yang memenangkan kesatuan tubuh dan jiwa. Kita bisa melacak pandangan ini dari pandangan Athena Kuno, dengan konsepnya “jiwa yang baik di dalam raga yang baik.” Moto tersebut sering dipertimbangkan sebagai pernyataan ideal dari tujuan pendidikan jasmani tradisional: aktivitas fisik mengembangkan seluruh aspek dari tubuh; yaitu jiwa, tubuh, dan spirit. Tepatlah ungkapan Zeigler bahwa fokus dari bidang pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik yang mengembangkan, bukan semata-mata aktivitas fisik itu sendiri. Selalu terdapat tujuan pengembangan manusia dalam program pendidikan jasmani.
Dalam masyarakat sendiri, konsep dan kepercayaan terhadap pandangan dualisme di atas masih kuat berlaku. Bahkan termasuk juga pada sebagian besar guru penjas sendiri, barangkali pandangan demikian masih kuat mengakar, entah akibat dari kurangnya pemahaman terhadap falsafah penjas sendiri, maupun karena kuatnya kepercayaan itu. Yang pasti, masih banyak guru penjas yang sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani di sekolah-sekolah, sehingga proses pembelajaran penjas di sekolahnya masih lebih banyak ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata. Bahkan, dalam kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang labih baik, karena ironisnya, justru program pendidikan jasmani di kita malahan tidak ditekankan ke mana-mana. Itu karena pandangan yang sudah lebih parah, yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting sama sekali. Nilai-nilai yang dikandung penjas untuk mengembangkan manusia utuh menyeluruh, sungguh masih jauh dari kesadaran dan pengakuan masyarakat kita. Ini bersumber dan disebabkan oleh kenyataan pelaksanaan praktik penjas di lapangan. Teramat banyak kasus atau contoh di mana orang menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan menunjuk pada kurang bernilai dan tidak seimbangnya program pendidikan jasmani di lapangan seperti yang dapat mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa yang kita praktikkan (gap antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam bidang pendidikan jasmani kita.
Hubungan
Pendidikan Jasmani dengan Bermain dan Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
Tujuan
Pendidikan Jasmani
Apakah sebenarnya tujuan pendidikan jasmani? Menjawab
pertanyaan demikian, banyak guru yang masih berbeda pendapat. Ada yang menjawab bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berolahraga. Ada pula yang berpendapat, tujuannya adalah meningkatkan taraf kesehatan anak yang baik, dan tidak bisa disangkal pula pasti ada yang mengatakan, bahwa tujuan pendidikan jasmani adalah untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Kesemua jawaban di atas benar belaka. Hanya saja barangkali bisa dikatakan kurang lengkap, sebab yang paling penting dari kesemuanya itu tujuannya bersifat menyeluruh.
Secara sederhana, pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa untuk:
• Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.
• Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani.
• Memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali.
• Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas jasmani baik secara kelompok maupun perorangan.
• Berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang.
• Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk permainan olahraga.
Diringkaskan dalam terminologi yang populer, maka tujuan pembelajaran pendidikan jasmani itu harus mencakup tujuan dalam domain psikomotorik, domain kognitif, dan tak kalah pentingnya dalam domain afektif.
Pengembangan domain psikomotorik secara umum dapat diarahkan pada dua tujuan utama, pertama mencapai perkembangan aspek kebugaran jasmani, dan kedua, mencapai perkembangan aspek perseptual motorik. Ini menegaskan bahwa pembelajaran pendidikan jasmani harus melibatkan aktivitas fisik yang mampu merangsang kemampuan kebugaran jasmani serta sekaligus bersifat pembentukan penguasaan gerak keterampilan itu sendiri.Kebugaran jasmani merupakan aspek penting dari domain psikomotorik, yang bertumpu pada perkembangan kemampuan biologis organ tubuh. Konsentrasinya lebih banyak pada persoalan peningkatan efisiensi fungsi faal tubuh dengan segala aspeknya sebagai sebuah sistem (misalnya sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem metabolisme, dll.) Dalam pengertian yang lebih resmi, sering dibedakan konsep kebugaran jasmani ini dengan konsep kebugaran motorik. Keduanya dibedakan dalam hal: kebugaran jasmani menunjuk pada aspek kualitas tubuh dan organ-organnya, seperti kekuatan (otot), daya tahan (jantung-paru), kelentukan (otot dan persendian); sedangkan kebugaran motorik menekankan aspek penampilan yang melibatkan kualitas gerak sendiri seperti kecepatan, kelincahan, koordinasi, power, keseimbangan, dll. Namun dalam naskah ini, penulis akan menggunakan konsep kebugaran jasmani tersebut untuk menunjuk pada keseluruhan aspek di atas.
Pengembangan keterampilan gerak merujuk pada proses penguasaan suatu keterampilan atau tugas gerak yang melibatkan proses mempersepsi rangsangan dari luar, kemudian rangsangan itu diolah dan diprogramkan sampai terjadinya respons berupa tindakan yang sesuai dengan rangsangan itu. Penekanan proses pembelajarannya lebih banyak ditujukan pada proses perangsangan yang bervariasi, sehingga setiap kali anak selalu mengerahkan kemampuannya dalam mengolah informasi, ketika akan menghasilkan gerak. Dengan cara itu, kepekaan sistem saraf anak semakin dikembangkan.
Domain kognitif mencakup pengetahuan tentang fakta, konsep, dan lebih penting lagi adalah penalaran dan kemampuan memecahkan masalah. Aspek kognitif dalam pendidikan jasmani, tidak saja menyangkut penguasaan pengetahuan faktual semata-mata, tetapi meliputi pula pemahaman terhadap gejala gerak dan prinsipnya, termasuk yang berkaitan dengan landasan ilmiah pendidikan jasmani dan olahraga serta manfaat pengisian waktu luang.
Domain afektif mencakup sifat-sifat psikologis yang menjadi unsur kepribadian yang kukuh. Tidak hanya tentang sikap sebagai kesiapan berbuat yang perlu dikembangkan, tetapi yang lebih penting adalah konsep diri dan komponen kepribadian lainnya, seperti intelegensia emosional dan watak. Konsep diri menyangkut persepsi diri atau penilaian seseorang tentang kelebihannya. Konsep diri merupakan fondasi kepribadian anak dan sangat diyakini ada kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan mereka setelah dewasa kelak.
Intelegensia emosional mencakup beberapa sifat penting, yakni pengendalian diri, kemampuan memotivasi diri, ketekunan, dan kemampuan untuk berempati. Pengendalian diri merupakan kualitas pribadi yang mampu menyelaraskan pertimbangan akal dan emosi yang menjadi sifat penting dalam kehidupan sosial dan pencapaiannya untuk sukses hidup di masyarakat. Demikian juga dengan ketekunan; tidak ada pekerjaan yang dapat dicapai dengan baik tanpa ada ketekunan. Ini juga berlaku sama dengan kemampuan memotivasi diri, kemandirian untuk tidak selalu diawasi dalam menyelesaikan tugas apapun.
Di lain pihak, kemampuan berempati merupakan kualitas pribadi yang mampu menempatkan diri di pihak orang lain, dengan mencoba mengetahui perasaan oran lain. Karena itu pula empati disebut juga sebagai kecerdasan hubungan sosial. “Cubitlah diri kamu sendiri, sebelum mencubit orang lain. Niscaya kamu akan mengetahui, apa yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan pada orang lain,” merupakan kearifan leluhur, yang jika diperas maknanya, tidak lain adalah penekanan kemampuan berempati.
Apakah sebenarnya tujuan pendidikan jasmani? Menjawab
pertanyaan demikian, banyak guru yang masih berbeda pendapat. Ada yang menjawab bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berolahraga. Ada pula yang berpendapat, tujuannya adalah meningkatkan taraf kesehatan anak yang baik, dan tidak bisa disangkal pula pasti ada yang mengatakan, bahwa tujuan pendidikan jasmani adalah untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Kesemua jawaban di atas benar belaka. Hanya saja barangkali bisa dikatakan kurang lengkap, sebab yang paling penting dari kesemuanya itu tujuannya bersifat menyeluruh.
Secara sederhana, pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa untuk:
• Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.
• Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani.
• Memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali.
• Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas jasmani baik secara kelompok maupun perorangan.
• Berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang.
• Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk permainan olahraga.
Diringkaskan dalam terminologi yang populer, maka tujuan pembelajaran pendidikan jasmani itu harus mencakup tujuan dalam domain psikomotorik, domain kognitif, dan tak kalah pentingnya dalam domain afektif.
Pengembangan domain psikomotorik secara umum dapat diarahkan pada dua tujuan utama, pertama mencapai perkembangan aspek kebugaran jasmani, dan kedua, mencapai perkembangan aspek perseptual motorik. Ini menegaskan bahwa pembelajaran pendidikan jasmani harus melibatkan aktivitas fisik yang mampu merangsang kemampuan kebugaran jasmani serta sekaligus bersifat pembentukan penguasaan gerak keterampilan itu sendiri.Kebugaran jasmani merupakan aspek penting dari domain psikomotorik, yang bertumpu pada perkembangan kemampuan biologis organ tubuh. Konsentrasinya lebih banyak pada persoalan peningkatan efisiensi fungsi faal tubuh dengan segala aspeknya sebagai sebuah sistem (misalnya sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem metabolisme, dll.) Dalam pengertian yang lebih resmi, sering dibedakan konsep kebugaran jasmani ini dengan konsep kebugaran motorik. Keduanya dibedakan dalam hal: kebugaran jasmani menunjuk pada aspek kualitas tubuh dan organ-organnya, seperti kekuatan (otot), daya tahan (jantung-paru), kelentukan (otot dan persendian); sedangkan kebugaran motorik menekankan aspek penampilan yang melibatkan kualitas gerak sendiri seperti kecepatan, kelincahan, koordinasi, power, keseimbangan, dll. Namun dalam naskah ini, penulis akan menggunakan konsep kebugaran jasmani tersebut untuk menunjuk pada keseluruhan aspek di atas.
Pengembangan keterampilan gerak merujuk pada proses penguasaan suatu keterampilan atau tugas gerak yang melibatkan proses mempersepsi rangsangan dari luar, kemudian rangsangan itu diolah dan diprogramkan sampai terjadinya respons berupa tindakan yang sesuai dengan rangsangan itu. Penekanan proses pembelajarannya lebih banyak ditujukan pada proses perangsangan yang bervariasi, sehingga setiap kali anak selalu mengerahkan kemampuannya dalam mengolah informasi, ketika akan menghasilkan gerak. Dengan cara itu, kepekaan sistem saraf anak semakin dikembangkan.
Domain kognitif mencakup pengetahuan tentang fakta, konsep, dan lebih penting lagi adalah penalaran dan kemampuan memecahkan masalah. Aspek kognitif dalam pendidikan jasmani, tidak saja menyangkut penguasaan pengetahuan faktual semata-mata, tetapi meliputi pula pemahaman terhadap gejala gerak dan prinsipnya, termasuk yang berkaitan dengan landasan ilmiah pendidikan jasmani dan olahraga serta manfaat pengisian waktu luang.
Domain afektif mencakup sifat-sifat psikologis yang menjadi unsur kepribadian yang kukuh. Tidak hanya tentang sikap sebagai kesiapan berbuat yang perlu dikembangkan, tetapi yang lebih penting adalah konsep diri dan komponen kepribadian lainnya, seperti intelegensia emosional dan watak. Konsep diri menyangkut persepsi diri atau penilaian seseorang tentang kelebihannya. Konsep diri merupakan fondasi kepribadian anak dan sangat diyakini ada kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan mereka setelah dewasa kelak.
Intelegensia emosional mencakup beberapa sifat penting, yakni pengendalian diri, kemampuan memotivasi diri, ketekunan, dan kemampuan untuk berempati. Pengendalian diri merupakan kualitas pribadi yang mampu menyelaraskan pertimbangan akal dan emosi yang menjadi sifat penting dalam kehidupan sosial dan pencapaiannya untuk sukses hidup di masyarakat. Demikian juga dengan ketekunan; tidak ada pekerjaan yang dapat dicapai dengan baik tanpa ada ketekunan. Ini juga berlaku sama dengan kemampuan memotivasi diri, kemandirian untuk tidak selalu diawasi dalam menyelesaikan tugas apapun.
Di lain pihak, kemampuan berempati merupakan kualitas pribadi yang mampu menempatkan diri di pihak orang lain, dengan mencoba mengetahui perasaan oran lain. Karena itu pula empati disebut juga sebagai kecerdasan hubungan sosial. “Cubitlah diri kamu sendiri, sebelum mencubit orang lain. Niscaya kamu akan mengetahui, apa yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan pada orang lain,” merupakan kearifan leluhur, yang jika diperas maknanya, tidak lain adalah penekanan kemampuan berempati.
Gerak
Sebagai Kebutuhan Anak
Dunia anak-anak adalah dunia yang segar, baru, dan senantiasa indah, dipenuhi keajaiban dan keriangan. Demikian Rachel Carson dalam sebuah ungkapannya. Namun demikian, menurut Carson, adalah kemalangan bagi kebanyakan kita bahwa dunia yang cemerlang itu terenggut muram dan bahkan hilang sebelum kita dewasa. Dunia anak-anak memang menakjubkan, mengandung aneka ragam pengalaman yang mencengangkan, dilengkapi berbagai kesempatan untuk memperoleh pembinaan . Bila guru masuk ke dalam dunia itu, ia dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan pengetahuannya, mengasah kepekaan rasa hatinya serta memperkaya keterampilannya. Bermain adalah dunia anak. Sambil bermain mereka belajar. Dalam hal belajar, anak-anak adalah ahlinya. Segala macam dipelajarinya, dari menggerakkan anggota tubuhnya hingga mengenali berbagai benda di lingkungan sekitarnya. Bayangkan keceriaan yang didapatnya ketika ia menyadari baru saja menambah pengetahuan dan keterampilan. “Lihat, saya sudah bisa “ teriaknya kepada semua orang.
Belajar dan keceriaan merupakan dua hal penting dalam masa kanak-kanak. Hal ini termasuk upaya mempelajari tubuhnya sendiri dan berbagai kemungkinan geraknya. Gerak adalah rangsangan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kian banyak ia bergerak, kian banyak hal yang ditemui dan dijelajahi. Kian baik pula kualitas pertumbuhannya.
Perhatikan tiga kata kunci di atas: gerak, gembira, dan belajar. Anak-anak suka bergerak dan suka belajar. Perhatikan bagaimana anak-anak bermain di lapangan. Di sana akan tampak, mereka bergerak dengan keterlibatan yang total dan dipenuhi kegembiraan. Bagi anak, gerak semata-mata untuk kesenangan, bukan di dorong oleh maksud dan tujuan tertentu. Gerak adalah kebutuhan mutlak anak-anak.
Sayangnya, ketika usianya semakin meningkat, aktivitas anak-anak semakin berkurang. Ketika memasuki usia sekolah, ia belajar dengan cara yang berbeda. Mereka lebih banyak diminta duduk tenang untuk mendengarkan penjelasan guru tentang berbagai hal. Lingkungan belajar pun semakin sempit, dibatasi oleh empat sisi dinding kelas yang membelenggu. Karena dipaksa untuk diam, dan mendengarkan orang lain berbicara, belajar tidak lagi menarik bagi anak. Keceriaan mereka terampas dan hilanglah sebagian “keajaiban” dunia anak-anak mereka. Tidak heran bila anak merasa bahwa belajar ternyata kegiatan yang tidak menyenangkan.
Pentingnya Pendidikan Jasmani
Beban belajar di sekolah begitu berat dan menekan kebebasan anak untuk bergerak. Kebutuhan mereka akan gerak tidak bisa terpenuhi karena keterbatasan waktu dan kesempatan. Lingkungan sekolah tidak menyediakan wilayah yang menarik untuk dijelajahi. Penyelenggara pendidikan di sekolah yang lebih mengutamakan prestasi akademis, memberikan anak tugas-tugas belajar yang menumpuk. Kehidupan sekolah yang demikian berkombinasi pula dengan kehidupan di rumah dan lingkungan luar sekolah. Jika di sekolah anak kurang bergerak, di rumah keadaannya juga demikian. Kemajuan teknologi yang dicapai pada saat ini, malah mengungkung anak-anak dalam lingkungan kurang gerak. Anak semakin asyik dengan kesenangannya seperti menonton TV atau bermain video game. Tidak mengherankan bila ada kerisauan bahwa kebugaran anak-anak semakin menurun.
Dengan semakin rendahnya kebugaran jasmani, kian meningkat pula gejala penyakit hipokinetik (kurang gerak). Kegemukan, tekanan darah tinggi, kencing manis, nyeri pinggang bagian bawah, adalah contoh dari penyakit kurang gerak . Akibatnya penyakit jantung tidak lagi menjadi monopoli orang dewasa, tetapi juga sudah menyerang anak-anak. Sejalan dengan itu, pengetahuan dan kebiasaan makan yang buruk pun semakin memperparah masalah kesehatan yang mengancam kesejahteraan masyarakat. Dengan pola gizi yang berlebihan, para ‘pemalas gerak’ itu akan menimbun lemak dalam tubuhnya secara berlebihan. Mereka menghadapkan diri mereka sendiri pada resiko penyakit degenaratif (menurunnya fungsi organ) yang semakin besar. Pendidikan Jasmani tampil untuk mengatasi masalah tersebut sehingga kedudukannya dianggap penting. Melalui program yang direncanakan secara baik, anak-anak dilibatkan dalam kegiatan fisik yang tinggi intensitasnya. Pendidikan Jasmani juga tetap menyediakan ruang untuk belajar menjelajahi lingkungan yang ada di sekitarnya dengan banyak mencoba, sehingga kegiatannya tetap sesuai dengan minat anak. Lewat pendidikan jasmanilah anak-anak menemukan saluran yang tepat untuk bergerak bebas dan meraih kembali keceriaannya, sambil terangsang perkembangan yang bersifat menyeluruh.
Dunia anak-anak adalah dunia yang segar, baru, dan senantiasa indah, dipenuhi keajaiban dan keriangan. Demikian Rachel Carson dalam sebuah ungkapannya. Namun demikian, menurut Carson, adalah kemalangan bagi kebanyakan kita bahwa dunia yang cemerlang itu terenggut muram dan bahkan hilang sebelum kita dewasa. Dunia anak-anak memang menakjubkan, mengandung aneka ragam pengalaman yang mencengangkan, dilengkapi berbagai kesempatan untuk memperoleh pembinaan . Bila guru masuk ke dalam dunia itu, ia dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan pengetahuannya, mengasah kepekaan rasa hatinya serta memperkaya keterampilannya. Bermain adalah dunia anak. Sambil bermain mereka belajar. Dalam hal belajar, anak-anak adalah ahlinya. Segala macam dipelajarinya, dari menggerakkan anggota tubuhnya hingga mengenali berbagai benda di lingkungan sekitarnya. Bayangkan keceriaan yang didapatnya ketika ia menyadari baru saja menambah pengetahuan dan keterampilan. “Lihat, saya sudah bisa “ teriaknya kepada semua orang.
Belajar dan keceriaan merupakan dua hal penting dalam masa kanak-kanak. Hal ini termasuk upaya mempelajari tubuhnya sendiri dan berbagai kemungkinan geraknya. Gerak adalah rangsangan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kian banyak ia bergerak, kian banyak hal yang ditemui dan dijelajahi. Kian baik pula kualitas pertumbuhannya.
Perhatikan tiga kata kunci di atas: gerak, gembira, dan belajar. Anak-anak suka bergerak dan suka belajar. Perhatikan bagaimana anak-anak bermain di lapangan. Di sana akan tampak, mereka bergerak dengan keterlibatan yang total dan dipenuhi kegembiraan. Bagi anak, gerak semata-mata untuk kesenangan, bukan di dorong oleh maksud dan tujuan tertentu. Gerak adalah kebutuhan mutlak anak-anak.
Sayangnya, ketika usianya semakin meningkat, aktivitas anak-anak semakin berkurang. Ketika memasuki usia sekolah, ia belajar dengan cara yang berbeda. Mereka lebih banyak diminta duduk tenang untuk mendengarkan penjelasan guru tentang berbagai hal. Lingkungan belajar pun semakin sempit, dibatasi oleh empat sisi dinding kelas yang membelenggu. Karena dipaksa untuk diam, dan mendengarkan orang lain berbicara, belajar tidak lagi menarik bagi anak. Keceriaan mereka terampas dan hilanglah sebagian “keajaiban” dunia anak-anak mereka. Tidak heran bila anak merasa bahwa belajar ternyata kegiatan yang tidak menyenangkan.
Pentingnya Pendidikan Jasmani
Beban belajar di sekolah begitu berat dan menekan kebebasan anak untuk bergerak. Kebutuhan mereka akan gerak tidak bisa terpenuhi karena keterbatasan waktu dan kesempatan. Lingkungan sekolah tidak menyediakan wilayah yang menarik untuk dijelajahi. Penyelenggara pendidikan di sekolah yang lebih mengutamakan prestasi akademis, memberikan anak tugas-tugas belajar yang menumpuk. Kehidupan sekolah yang demikian berkombinasi pula dengan kehidupan di rumah dan lingkungan luar sekolah. Jika di sekolah anak kurang bergerak, di rumah keadaannya juga demikian. Kemajuan teknologi yang dicapai pada saat ini, malah mengungkung anak-anak dalam lingkungan kurang gerak. Anak semakin asyik dengan kesenangannya seperti menonton TV atau bermain video game. Tidak mengherankan bila ada kerisauan bahwa kebugaran anak-anak semakin menurun.
Dengan semakin rendahnya kebugaran jasmani, kian meningkat pula gejala penyakit hipokinetik (kurang gerak). Kegemukan, tekanan darah tinggi, kencing manis, nyeri pinggang bagian bawah, adalah contoh dari penyakit kurang gerak . Akibatnya penyakit jantung tidak lagi menjadi monopoli orang dewasa, tetapi juga sudah menyerang anak-anak. Sejalan dengan itu, pengetahuan dan kebiasaan makan yang buruk pun semakin memperparah masalah kesehatan yang mengancam kesejahteraan masyarakat. Dengan pola gizi yang berlebihan, para ‘pemalas gerak’ itu akan menimbun lemak dalam tubuhnya secara berlebihan. Mereka menghadapkan diri mereka sendiri pada resiko penyakit degenaratif (menurunnya fungsi organ) yang semakin besar. Pendidikan Jasmani tampil untuk mengatasi masalah tersebut sehingga kedudukannya dianggap penting. Melalui program yang direncanakan secara baik, anak-anak dilibatkan dalam kegiatan fisik yang tinggi intensitasnya. Pendidikan Jasmani juga tetap menyediakan ruang untuk belajar menjelajahi lingkungan yang ada di sekitarnya dengan banyak mencoba, sehingga kegiatannya tetap sesuai dengan minat anak. Lewat pendidikan jasmanilah anak-anak menemukan saluran yang tepat untuk bergerak bebas dan meraih kembali keceriaannya, sambil terangsang perkembangan yang bersifat menyeluruh.
Secara umum,
manfaat pendidikan jasmani di sekolah mencakup sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan anak akan gerak
Pendidikan jasmani memang merupakan dunia anak-anak dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Di dalamnya anak-anak dapat belajar sambil bergembira melalui penyaluran hasratnya untuk bergerak. Semakin terpenuhi kebutuhan akan gerak dalam masa-masa pertumbuhannya, makin besar bagi kualitas pertumbuhan itu sendiri.
2. Mengenalkan anak pada lingkungan dan potensi dirinya
Pendidikan jasmani adalah waktu untuk ‘berbuat’. Anak-anak akan lebih memilih untuk ‘berbuat’ sesuatu dari pada hanya harus melihat atau mendengarkan orang lain ketika mereka sedang belajar. Suasana kebebasan yang ditawarkan di lapangan atau gedung olahraga sirna karena sekian lama terkurung di antara batas-batas ruang kelas. Keadaan ini benar-benar tidak sesuai dengan dorongan nalurinya.
Dengan bermain dan bergerak anak benar-benar belajar tentang potensinya dan dalam kegiatan ini anak-anak mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Para ahli sepaham bahwa pengalaman ini penting untuk merangsang pertumbuhan intelektual dan hubungan sosialnya dan bahkan perkembangan harga diri yang menjadi dasar kepribadiannya kelak.
3. Menanamkan dasar-dasar keterampilan yang berguna
Peranan pendidikan jasmani di Sekolah Dasar cukup unik, karena turut mengembangkan dasar-dasar keterampilan yang diperlukan anak untuk menguasai berbagai keterampilan dalam kehidupan di kemudian hari. Menurut para ahli, pola pertumbuhan anak usia sekolah hingga menjelang akil balig atau remaja disebut pola pertumbuhan lambat. Pola ini merupakan kebalikan dari pola pertumbuhan cepat yang dialami anak ketika mereka baru lahir hingga usia 5 tahunan.
1. Memenuhi kebutuhan anak akan gerak
Pendidikan jasmani memang merupakan dunia anak-anak dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Di dalamnya anak-anak dapat belajar sambil bergembira melalui penyaluran hasratnya untuk bergerak. Semakin terpenuhi kebutuhan akan gerak dalam masa-masa pertumbuhannya, makin besar bagi kualitas pertumbuhan itu sendiri.
2. Mengenalkan anak pada lingkungan dan potensi dirinya
Pendidikan jasmani adalah waktu untuk ‘berbuat’. Anak-anak akan lebih memilih untuk ‘berbuat’ sesuatu dari pada hanya harus melihat atau mendengarkan orang lain ketika mereka sedang belajar. Suasana kebebasan yang ditawarkan di lapangan atau gedung olahraga sirna karena sekian lama terkurung di antara batas-batas ruang kelas. Keadaan ini benar-benar tidak sesuai dengan dorongan nalurinya.
Dengan bermain dan bergerak anak benar-benar belajar tentang potensinya dan dalam kegiatan ini anak-anak mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Para ahli sepaham bahwa pengalaman ini penting untuk merangsang pertumbuhan intelektual dan hubungan sosialnya dan bahkan perkembangan harga diri yang menjadi dasar kepribadiannya kelak.
3. Menanamkan dasar-dasar keterampilan yang berguna
Peranan pendidikan jasmani di Sekolah Dasar cukup unik, karena turut mengembangkan dasar-dasar keterampilan yang diperlukan anak untuk menguasai berbagai keterampilan dalam kehidupan di kemudian hari. Menurut para ahli, pola pertumbuhan anak usia sekolah hingga menjelang akil balig atau remaja disebut pola pertumbuhan lambat. Pola ini merupakan kebalikan dari pola pertumbuhan cepat yang dialami anak ketika mereka baru lahir hingga usia 5 tahunan.
Karena pada
usia SD tingkat pertumbuhan sedang lambat-lambatnya, maka pada usia-usia inilah
kesempatan anak untuk mempelajari keterampilan gerak sedang tiba pada masa
kritisnya. Konsekuensinya, keterlantaran pembinaan pada masa ini sangat berpengruh
terhadap perkembangan anak pada masa berikutnya.
4. Menyalurkan energi yang berlebihan
Anak adalah mahluk yang sedang berada dalam masa kelebihan energi. Kelebihan energi ini perlu disalurkan agar tidak menganggu keseimbangan perilaku dan mental anak. Segera setelah kelebihan energi tersalurkan, anak akan memperoleh kembali keseimbangan dirinya, karena setelah istirahat, anak akan kembali memperbaharui dan memulihkan energinya secara optimum.
5. Merupakan proses pendidikan secara serempak baik fisik, mental maupun emosional
Pendidikan jasmani yang benar akan memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap pendidikan anak secara keseluruhan. Hasil nyata yang diperoleh dari pendidikan jasmani adalah perkembangan yang lengkap, meliputi aspek fisik, mental, emosi, sosial dan moral. Tidak salah jika para ahli percaya bahwa pendidikan jasmani merupakan wahana yang paling tepat untuk “membentuk manusia seutuhnya”.
Pengertian Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya, penjas bukan hanya dekorasi atau ornamen yang ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Tetapi penjas adalah bagian penting dari pendidikan. Melalui penjas yang diarahkan dengan baik, anak-anak akan mengembangkan keterampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang, terlibat dalam aktivitas yang kondusif untuk mengembangkan hidup sehat, berkembang secara sosial, dan menyumbang pada kesehatan fisik dan mentalnya. Meskipun penjas menawarkan kepada anak untuk bergembira, tidaklah tepat untuk mengatakan pendidikan jasmani diselenggarakan semata-mata agar anak-anak bergembira dan bersenang-senang. Bila demikian seolah-olah pendidikan jasmani hanyalah sebagai mata pelajaran ”selingan”, tidak berbobot, dan tidak memiliki tujuan yang bersifat mendidik.
Pendidikan jasmani merupakan wahana pendidikan, yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mempelajari hal-hal yang penting. Oleh karena itu, pelajaran penjas tidak kalah penting dibandingkan dengan pelajaran lain seperti; Matematika, Bahasa, IPS dan IPA, dan lain-lain. Namun demikian tidak semua guru penjas menyadari hal tersebut, sehingga banyak anggapan bahwa penjas boleh dilaksanakan secara serampangan. Hal ini tercermin dari berbagai gambaran negatif tentang pembelajaran penjas, mulai dari kelemahan proses yang menetap misalnya membiarkan anak bermain sendiri hingga rendahnya mutu hasil pembelajaran, seperti kebugaran jasmani yang rendah.
Di kalangan guru penjas sering ada anggapan bahwa pelajaran pendidikan jasmani dapat dilaksanakan seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup dengan cara menyuruh anak pergi ke lapangan, menyediakan bola sepak untuk laki-laki dan bola voli untuk perempuan. Guru tinggal mengawasi di pinggir lapangan. Mengapa bisa terjadi demikian? Kelemahan ini berpangkal pada ketidakpahaman guru tentang arti dan tujuan pendidikan jasmani di sekolah, di samping ia mungkin kurang mencintai tugas itu dengan sepenuh hati.
Apakah sebenarnya pendidikan jasmani dan apa tujuannya? Secara umum pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai berikut: Definisi di atas mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Pencapaian tujuan tersebut berpangkal pada perencanaan pengalaman gerak yang sesuai dengan karakteristik anak.
Jadi, pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau olahraga. Inti pengertiannya adalah mendidik anak. Yang membedakannya dengan mata pelajaran lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar. Gerak itu dirancang secara sadar oleh gurunya dan diberikan dalam situasi yang tepat, agar dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak didik.
Tujuan pendidikan jasmani sudah tercakup dalam pemaparan di atas yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak, baik dalam aspek fisik, mental, sosial, emosional dan moral. Singkatnya, pendidikan jasmani bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap anak setinggi-tingginya. Dalam bentuk bagan, secara sederhana tujuan penjas meliputi tiga ranah (domain) sebagai satu kesatuan, sebagai berikut:
Tujuan di atas merupakan pedoman bagi guru penjas dalam melaksanakan tugasnya. Tujuan tersebut harus bisa dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang direncanakan secara matang, dengan berpedoman pada ilmu mendidik. Dengan demikian, hal terpenting untuk disadari oleh guru penjas adalah bahwa ia harus menganggap dirinya sendiri sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pelatih atau pengatur kegiatan. Misi pendidikan jasmani tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor. Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan skenario pembelajaran. Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran pengembangan domain psikomotor.
Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri untuk mengajar anak tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Pergaulan yang terjadi di dalam adegan yang bersifat mendidik itu dimanfaatkan secara sengaja untuk menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial anak. Dengan demikian anak akan berkembang secara menyeluruh, yang akan mendukung tercapainya aneka kemampuan. Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan di sekolah akan pincang.
Sumbangan nyata pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dari pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual, maka melalui pendidikan jasmani terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan keterampilan.
4. Menyalurkan energi yang berlebihan
Anak adalah mahluk yang sedang berada dalam masa kelebihan energi. Kelebihan energi ini perlu disalurkan agar tidak menganggu keseimbangan perilaku dan mental anak. Segera setelah kelebihan energi tersalurkan, anak akan memperoleh kembali keseimbangan dirinya, karena setelah istirahat, anak akan kembali memperbaharui dan memulihkan energinya secara optimum.
5. Merupakan proses pendidikan secara serempak baik fisik, mental maupun emosional
Pendidikan jasmani yang benar akan memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap pendidikan anak secara keseluruhan. Hasil nyata yang diperoleh dari pendidikan jasmani adalah perkembangan yang lengkap, meliputi aspek fisik, mental, emosi, sosial dan moral. Tidak salah jika para ahli percaya bahwa pendidikan jasmani merupakan wahana yang paling tepat untuk “membentuk manusia seutuhnya”.
Pengertian Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya, penjas bukan hanya dekorasi atau ornamen yang ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Tetapi penjas adalah bagian penting dari pendidikan. Melalui penjas yang diarahkan dengan baik, anak-anak akan mengembangkan keterampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang, terlibat dalam aktivitas yang kondusif untuk mengembangkan hidup sehat, berkembang secara sosial, dan menyumbang pada kesehatan fisik dan mentalnya. Meskipun penjas menawarkan kepada anak untuk bergembira, tidaklah tepat untuk mengatakan pendidikan jasmani diselenggarakan semata-mata agar anak-anak bergembira dan bersenang-senang. Bila demikian seolah-olah pendidikan jasmani hanyalah sebagai mata pelajaran ”selingan”, tidak berbobot, dan tidak memiliki tujuan yang bersifat mendidik.
Pendidikan jasmani merupakan wahana pendidikan, yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mempelajari hal-hal yang penting. Oleh karena itu, pelajaran penjas tidak kalah penting dibandingkan dengan pelajaran lain seperti; Matematika, Bahasa, IPS dan IPA, dan lain-lain. Namun demikian tidak semua guru penjas menyadari hal tersebut, sehingga banyak anggapan bahwa penjas boleh dilaksanakan secara serampangan. Hal ini tercermin dari berbagai gambaran negatif tentang pembelajaran penjas, mulai dari kelemahan proses yang menetap misalnya membiarkan anak bermain sendiri hingga rendahnya mutu hasil pembelajaran, seperti kebugaran jasmani yang rendah.
Di kalangan guru penjas sering ada anggapan bahwa pelajaran pendidikan jasmani dapat dilaksanakan seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup dengan cara menyuruh anak pergi ke lapangan, menyediakan bola sepak untuk laki-laki dan bola voli untuk perempuan. Guru tinggal mengawasi di pinggir lapangan. Mengapa bisa terjadi demikian? Kelemahan ini berpangkal pada ketidakpahaman guru tentang arti dan tujuan pendidikan jasmani di sekolah, di samping ia mungkin kurang mencintai tugas itu dengan sepenuh hati.
Apakah sebenarnya pendidikan jasmani dan apa tujuannya? Secara umum pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai berikut: Definisi di atas mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Pencapaian tujuan tersebut berpangkal pada perencanaan pengalaman gerak yang sesuai dengan karakteristik anak.
Jadi, pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau olahraga. Inti pengertiannya adalah mendidik anak. Yang membedakannya dengan mata pelajaran lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar. Gerak itu dirancang secara sadar oleh gurunya dan diberikan dalam situasi yang tepat, agar dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak didik.
Tujuan pendidikan jasmani sudah tercakup dalam pemaparan di atas yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak, baik dalam aspek fisik, mental, sosial, emosional dan moral. Singkatnya, pendidikan jasmani bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap anak setinggi-tingginya. Dalam bentuk bagan, secara sederhana tujuan penjas meliputi tiga ranah (domain) sebagai satu kesatuan, sebagai berikut:
Tujuan di atas merupakan pedoman bagi guru penjas dalam melaksanakan tugasnya. Tujuan tersebut harus bisa dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang direncanakan secara matang, dengan berpedoman pada ilmu mendidik. Dengan demikian, hal terpenting untuk disadari oleh guru penjas adalah bahwa ia harus menganggap dirinya sendiri sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pelatih atau pengatur kegiatan. Misi pendidikan jasmani tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor. Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan skenario pembelajaran. Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran pengembangan domain psikomotor.
Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri untuk mengajar anak tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Pergaulan yang terjadi di dalam adegan yang bersifat mendidik itu dimanfaatkan secara sengaja untuk menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial anak. Dengan demikian anak akan berkembang secara menyeluruh, yang akan mendukung tercapainya aneka kemampuan. Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan di sekolah akan pincang.
Sumbangan nyata pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dari pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual, maka melalui pendidikan jasmani terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan keterampilan.
Ada tiga hal
penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan jasmani, yaitu:
• meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa,
• meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta
• meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktek.
• meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa,
• meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta
• meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktek.
Sumber: http://pbprimaciptautama.blogspot.com/2007/06/falsafah-pendidikan-jasmani.html
Artikel terkait
:
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
Ditulis oleh Berman HS
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://vanbolon.blogspot.com/2013/09/hakikat-pendidikan-jasmani.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Hakikat Pendidikan Jasmani
Ditulis oleh Berman HS
Rating Blog 5 dari 5